Pages

Wednesday, March 9, 2011

Suasana Pikuk Menjelang Merapi

Semua berubah, diluar rencana ..
Tak ada juga yg menduga sebelumnya.
Jam 6 pagi, aku dibangunkan oleh music Marco Polo yg bergetar hebat dg 8 tingkat volume. Oh, mama..pasti rindu lagi :)  Terlantur salam dari bibirku untuk mengawali percakapan manis dipagi yg kurasa cerah cerah saja. Hampir saja lupa menjawab salam ku, mama yang sedikit panik mencoba tenang untuk menyampaikan pesannya. Menyimak dengan sedikit sesak, aku mulai mengerti.. bahwa kondisi nya sudah tidak baik lagi. Yah, itulah awal dimana aku menyadari bahwa kota tempat pertarungan nasibku berada sedang dilanda bencana. Hadiningrat Ngayogyakarto tercinta pun berduka..
Merapi yang terlihat bagai penguasa alam jogja, kambuh lagi. Batuk yang dulu sempat reda selang 4 tahun, akut kembali. Siapa yang mau ini terjadi ? tak satupun. Tapi siapa yang punya Kuasa? Hanya Dia.
Dulu, 2006 silam. Gunung raksasa yang teronggok gagah diutara ini mengamuk. Seperti terganggu tidurnya. Mungkin oleh ulah manusia yang mulai hilang moralnya. Siapa tahu? Terjadi, letusan itupun terjadi, berkali kali.

Ada satu yang tak kami miliki saat merapi ini erupsi, juru kunci. Siapa yang tak kenal bintang iklan minuman berenergi yang terkenal dengan jargonnya “roso !” ?.. Ya, dialah Mas Penewu Suraksohargo atau yang lebih dikenal sebagai Mbah Maridjan. Beliau yang diberi amanah oleh Sultan Hamengkubuwono sebagai ahli kunci sang merapi kini telah pergi.. kisahnya? Lihat saja ditivi.. tidak punya tivi? Jangan kecil hati,karena itu juga yang saya alami. 
Dan.. tidak ada satupun dibumi ini yang harus kita yakini selain Dia, Allah swt. Maka kita sebagai hambaNya, bergegaslah. Bergegaslah dengan caramu sendiri. Kamu, aku dan mbah Maridjan punya jalur yang berbeda. Pilihlah, pilihlah yang tepat bagimu.
Jumat, Nov 5
Selangkah Menuju Jakarta
Tetap kujalani segala aktivitas seperti biasa. Tak kubiarkan bencana ini juga melanda kegiatanku. Tapi perlu disadari, aku dan kamu hanyalah boneka kecil yang punya berjuta rencana namun bergantung padaNya.
Pada hakikatnya, kita memiliki pandangan hidup berbeda. Dalam keadaan yang jauh dari lampu hijau ini, setiap orang punya jalannya masing2. Kamu memilih untuk tetap lurus, dan aku berbelok kekanan,terserah.
Tapi bagi orangtua ku, aku belum cukup dewasa untuk mengambil tindakan sepihak. Mengapa? Karena statusku adalah anak pertama dari 4 bersaudara yang menaung ilmu dipulau seberang seorang diri,pertama kali, tanpa keluarga, wanita pula. Mungkin alasan ini cukup kuat untuk menahan hasratku agar bertahan disini.
Mama gelisah, takutnya hilang arah.. maka segera kuhubungi semua teman2 seperjuangan setanah air dan memberi tawaran jika mereka berkenan, untuk pulang. Respon disambut manut, agaknya aku tahu prinsip otak orangtua kami mirip,namun cara kerjanya saja berbeda.
Sebut saja Sumi, teman sebelah kamarku..paniknya bukan main. Tidak sabar ingin pulang.
Aku pun berusaha jadi penenang..sejujurnya untukku juga. Kami hilir mudik mencari tiket, mau bagaimana lagi kalau situasi sudah seperti ini? Semua orang berlarian mengejar kursi kereta, travel, dan angkutan lainnya. Pesawat? Tidak, bandara ditutup seenaknya. Seenak yang berwenang, karena peduli pada penumpang.
Alhamdulillah, Allah masih mendengar doa kami. Tersisa satu lagi travel Rajawali untuk kepulangan kami menuju Jakarta, ibukota tercinta dengan keberangkatan besok siang pukul tiga.
*Alhamdulillah perjalanan berjalan lancar sampai tujuan.
continued..

No comments:

Post a Comment